Organisasi menjadi wadah penting dalam merealisasikan ekspresi-ekspresi hidup mahasiswa. Semacam ruang aktualisasi atas beragam inisiasi dan inovasi. Organisasi kerap menjadi pilihan alternatif untuk mematangkan segala idealisasi utopi yang akan dibawa dalam alam realitas. Di dalamnya ada dinamika untuk mematangkan eksistensi, ada ruang mendewasakan idealisme, dan ada tempat untuk memupuk pilihan ideologi. Organisasi memberikan wahana berfikir atas pemaknaan hidup yang sebaiknya dipilih dan dijalani. Maka berorganisasi seharusnya menjadi pilihan sadar bagi mereka yang meng-klaim diri sebagai mahasiswa. Asbabnya? Organisasi menawarkan risalah perjuangan yang ingin diaktualkan sebagai wujud kepedulian dan kontribusi sosial. Karena mahasiswa dilahirkan bukan untuk dirinya, tapi untuk rakyat, bangsa, negara, bahkan untuk dunia. Mahasiswa adalah bagian dari epik sejarah yang memiliki andil besar dalam segala macam perubahan yang pernah tergagas di muka bumi. Mahasiswa adalah entitas penting yang menentukan afiliasi peradaban di masa datang.
Dengan ragam risalah luhur tersebut, apatisme dan sikap skeptik harusnya menjadi musuh bersama. Identitas kemahasiswaan menuntut diri untuk peduli, memaksa melakukan pembacaan terhadap realitas sosial yang ada. Sehingga melahirkan perangkat analisis solutif atas problem dari relasi sosial kita. Maka pantas jika harapan disandangkan di pundak mahasiswa, di pundak pemuda. Sejalan yang dibahasakan Soekarno. “Berikan aku sepuluh pemuda yang memiliki semangat maka akan kugentarkan dunia”. Mahasiswa yang memiliki semangat yang terindikasi mampu menggetarkan dunia. Semangat! Wujudnya tak terlihat, tapi bisa dirasakan melalui aura yang dipancarkan pengusungnya. Seperti udara yang tak tergapai mata, namun bisa ditangkap kehadirannya. Semangat seperti apa? Sepuluh orang pemuda menyaratkan team work. Artinya semangat itu harus berwujud institusi dalam kultur gerak. Institusi kultur gerak itulah organisasi. Karena lidi sehelai tak berarti jika tidak dihimpun jadi sapu.
Kaderisasi sebagai Gerbong Amunisi Organisasi Memaknai organisasi sebagai institusi gerakan harus dibarengi dengan strategi mempersiapkan para pengusung gerakan. Baladika organisasi yang disiapkan haruslah matang dari sisi ideologinya. Karena transformasi semangat hanya bisa ditakar dengan mapannya ideologi yang terwariskan. Semangat tanpa ideologi sama dengan hidup tanpa tujuan. Tak diharapkan, baladika yang hadir hanya menjadi sosok reaktif yang tidak memiliki ketajaman analisis dalam menginterpretasikan realitas. Jelas itu konyol. Kaderisasi jelas sangat penting untuk memastikan tersedianya amunisi organisasi masa datang. Kaderisasi menjadi ruang untuk menyiapkan kualifiasi kader yang matang. Matang dalam beragam aspeknya, kuantitas yang dibaurkan dengan kualitas dan kapasitas. Dengan demikian eksistensi dan konsistensi organisasi tetap bisa dipertahankan Kegagalan kaderisasi jelas bencana bagi organisasi. Jika mengamati realitas gerakan mahasiswa hari ini, bisa disimpulkan telah terjadi kegagalan kaderisasi paska jatuhnya rezim orde baru. Taring kelembagan telah tumpul. Suara-suara lantang perlawanan telah terpusara dalam bingkai pragmatisme. Kepedulian semakin terkikis oleh hadirnya dominasi birokrasi yang banyak berkontribusi mematikan ruang-ruang gerak. Kaderisasi dicekal. Hasilnya! Lembaga sebagai gerbong perjuangan tak mampu memaksimalkan kontribusi sosialnya.
Yang Hilang! Ritus akademik telah beralih kiblat ke kompetisi domino dan pagelaran musik plus pertunjukan bentuk tubuh yang disponsori perusahaan rokok (Ko’ menyalahkan perusahan rokok?). Yang populis mereka yang mirip artis ini atau aktor itu. Atau mereka yang suaranya mirip penyanyi ini-penyanyi itu. Ekspresi teraktualkan dengan gaya amat banci. Mahasiswa kehilangan wibawanya. Bukan hanya wibawa, bahkan martabat telah ditanggalkan amat jauh. Mungkin telah terinjak dan diinjak-injak. (Martabatnya, bukan martabaknya). Kaderisasi hendaknya tidak mandeg lantaran ditutupnya kran aktualisasi. Kreativitas menjadi senjata untuk melawan segala bentuk kecaman. Dengan kreativitas maka akan memungkinkan merumuskan konsep kaderisasi yang tetap mengindahkan nilai-nilai substansi organisasi. Misalnya, melatih militansi tak mesti harus dengan cara bringas dan kasar. (Walau bringas itu kadang dibutuhkan juga). Ada cara lain. Menggagas kegiatan outbond atau yang sejenisnya. (Yang sejenisnya itu silakan dicari sendiri. Teman-teman tentu lebih kreatif).
Kembali pada Proses Pemaknaan memilih berorganisasi berarti belajar memaknai. Pemaknaan itu mencakup dinamika yang kompleks. Organisasi/lembaga mahasiswa tak benar jika diasumsikan sebagai entitas yang tak memiliki relasi sosial yang lebih luas. Organisasi punya implikasi dengan kolektivitas tatanan hidup yang universal. Ada kaitannya dengan negara dan dunia. Makanya para pelaku organisasi hendaknya memahami hal ini. Belajar dan bergerak dalam lingkup organisasi berarti belajar dan bergerak untuk menyiapkan dan mengoptimalkan kapasitas. Karena tidak semua bisa tergabung dalam organisasi, maka orang yang tergabung itulah yang kelak akan menjadi desainer bangsa dan peradaban masa depan. Mereka adalah orang-orang yang berkapasitas. Mereka orang-orang yang sadar. Mereka para manusia peradaban. Salut dan salam hormat kepada mereka yang memilih organisasi/lembaga sebagai rumah keduanya.
By Ajat Sudrajat
ORGANISASI
4/
5
Oleh
Ajat